Senin, 28 Oktober 2013

Adat Istiadat Poteumeureuhom Daya


Pulau Merehom Daya | Foto : imgrum.org
Oleh : Mutia Sari

Berbicara tentang adat istiadat, Aceh itu memiliki beragam adat istiadat yang ditetapkan oleh Raja-raja yang memimpin suatu wilayah tertentu. Raja-raja ini berada di bawah Kerajaan Aceh (Pusat) di Banda Aceh. Kerajaan-kerajaan kecil ini menyebal luas sepanjang wilayah Aceh sampai pertengaha pulau sumatera.
Nah, begitu juga di Aceh Jaya atau Lamno Jaya Propinsi Aceh, yang memiliki sejarah tentang kerajaan dan kebiasaan adat istiadat. Seperti :

    A.    PO TEUMEUREUHOM DAYA
Pernah kah Anda mendengarkan tentang Poteumeureuhom Daya ? Tentu pernah, akan tetapi bagaimana sebenarnya cerita dan kisahnya itu masih menjadi menjadi sebuah pertanyaan yang belum mampu Anda ceritakan.

Poteumeureuhom Daya adalah nama seorang Raja yang berkedudukan di Kuala Daya Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Aceh Jaya. Namun tempat ini sering disebut Lamno Jaya. Bagi masyarakat Lamno, Beliau dikenal dengan sebutan Poteumeureuhom atau Meureuhom Daya, sebenarnya nama Poteumeureuhom Daya merupakan nama dari “Cik Po Kandang”.

Cik Po Kandang ini, bila kita lihat pada peninggalan sejarah, misal pada batu Nisannya bertuliskan nama sebagai SULTHAN SALATHIN ‘ALAIDDIN RIA’YATSYAH. Nama ini merupakan sebuah nama yang diberi sebagai pemangku Kerajaan di daerah tersebut.

     Sebagai bukti sejarah setelah Kerajaan ini berakhir didaerah tersebut dan sekitarnya masih ada peninggalan Kerajaan berupa adat atau kebiasaan yang turun temurun dari kerajaan ini seperti ”Upacara Seumuleueng dan Seumeunab”.

Upacara Seumuleueng dan Seumeunab ini pertama ada pada masa kerajaan Sulthan Jamalul Alam Badrul Munir memerintah di kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1711- 1735 Masehi. Dalam hal menjalankan roda pemerintahan,  Beliau kurang di sukai oleh pembesar -pembesar kerajaan yang berpengaruh di Aceh. Sehingga Beliau tidak mendapat dukungan kuat di pusat.
Oleh Karena itu Sulthan sering melakukan lawatan - lawatan ke daerah untuk mendapatkan simpati dari Raja - Raja kecil yang merupakan kesatuan - kesatuan kecil dalam Kerajaan Aceh Darussalam.

     Po Teu Jamaloi (Panggilan untuk Sulthan Jamalul Alam Badrul Munir), memerlukan pawatan khusus ke negeri  daya untuk menertibkan keadaan yang semraut di sana. Dalam Lawatannya itu Po Teu Jamaloi telah menggali kembali keadaan sejarah negeri daya dengan tradisi - tradisi  yang berlaku sejak lama. Oleh karena itu Sulthan menegaskan beberapa ketentuan yang se irama dengan ketentuan yang berlaku masa Sulthan Alaidin Ri’ayat Syah.
Raja Meuherom Daya, Aceh Jaya
     Setelah menetapkan waktu yang baik (Uroe Get), Po Teujamaloi lalu menghimpun semua raja - raja, kepala - kepala adat dan unsur - unsur yang ada hubungannya dengan lembaga pemerintahan di Negeri Daya. Pada kesempatan itu Sulthan telah menentukan beberapa ketetapan yang tidak boleh dilanggar oleh raja - raja, pemuka - pemuka masyarakat dalam Negeri Daya. Ketetapan itu adalah :

a.         Kedaulatan raja - raja tetap seperti biasanya, hanya saja pajak usaha yang tetap di setor ke Banda Aceh.
b.        Hakim Tinggi Setialila di tunjuk sebagai Koordinator pemerintahan di Nanggroe Daya sekalian untuk mendamaikan persengketaan diantara raja - raja pet sago Daya.
c.         Untuk mengenang jasa - jasa Po Teumeuruhom, Po Teu Jamaloi menetapkan untuk membuat Upacara agung pada 10 Dzulhijjah (Hari Idul Adha) sesuai dengan apa yang selalu di buat oleh Sulthan Salathin ‘Alaiddin Ria’yatsyah yaitu upacara kenegaraan setiap tahun.

Pelaksanaan upacara tersebut di tentukan pula tata cara pelaksanaan dan badan - badan pelaksanaan yang di jabat turun temurun. Nantinya acara ini lah yang di sebut dengan Seumuleung dan Seumeunab. Acara Seumuleung dan Seumeunab ini membutuh perlengkapan seperti :

1.      Sebidang alun - alun, terdiri dari sebuah lapangan terbuka untuk para pengujung yang di lengkapi dengan sebuah pentas diraja ( Balai Irung ).
2.      Sebuah badan pelaksana dengan seksi - seksinya  yang berlaku turun temurun.
3.      Para pelaku upacara yang memerankan raja, Wazirkatib dan para pembantunya. Posisi ini di jabat turun - temurun.
4.      Pelaksana Qurban.

Nah setelah perlengkapannya itu terpenuhi lantas bagaimana selanjutnya untuk tatacara pelaksanaannya ?
1.      Raja memasuki Balai irung sari, di Iringi oleh wazir dan pembantu - pembantu nya, Para Hadirin menyambut dengan suara yang Khitmat “Daulat Tuanku”.
2.      Raja mengambil tempat duduk di singgasana diikuti oleh wazir dan para pembantunya.
3.      Dua orang Khadam segera duduk bersimpuh masing - masing dihadapan raja dan wazir.
4.      Kata Pembukaan oleh Wazir yang mempersilahkan raja untuk memberi amanah.
5.      Kata - kata Amanat oleh Raja
6.      Doa Oleh Mufti besar Kerajaan
7.      Acara santapan, terdiri dari nasi, ketan, serbat, Bu Takeh, Dimana Raja disuapin oleh Khadamnya.
8.      Upacara makan bersama.
9.      Upacara Qurban bila ada.
10.  Raja dan stafnya meninggalkan balai irung sari di ikuti oleh Wazir, katib serta para pengujung dipersilahkan untuk menziarahi kubur Po Teu meureuhom.

Sekian
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...