Berbicara tentang adat istiadat, Aceh itu memiliki beragam adat
istiadat yang ditetapkan oleh Raja-raja yang memimpin suatu wilayah tertentu.
Raja-raja ini berada di bawah Kerajaan Aceh (Pusat) di Banda Aceh.
Kerajaan-kerajaan kecil ini menyebal luas sepanjang wilayah Aceh sampai
pertengaha pulau sumatera.
Nah, begitu juga di Aceh Jaya atau Lamno Jaya Propinsi Aceh, yang memiliki
sejarah tentang kerajaan dan kebiasaan adat istiadat. Seperti :
A.
PO TEUMEUREUHOM DAYA
Pernah kah Anda
mendengarkan tentang Poteumeureuhom Daya ? Tentu pernah, akan tetapi bagaimana
sebenarnya cerita dan kisahnya itu masih menjadi menjadi sebuah pertanyaan yang
belum mampu Anda ceritakan.
Poteumeureuhom Daya adalah nama seorang Raja yang berkedudukan di Kuala Daya Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Aceh Jaya. Namun tempat ini sering disebut Lamno Jaya. Bagi masyarakat Lamno, Beliau dikenal dengan sebutan Poteumeureuhom atau Meureuhom Daya, sebenarnya nama Poteumeureuhom Daya merupakan nama dari “Cik Po Kandang”.
Poteumeureuhom Daya adalah nama seorang Raja yang berkedudukan di Kuala Daya Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Aceh Jaya. Namun tempat ini sering disebut Lamno Jaya. Bagi masyarakat Lamno, Beliau dikenal dengan sebutan Poteumeureuhom atau Meureuhom Daya, sebenarnya nama Poteumeureuhom Daya merupakan nama dari “Cik Po Kandang”.
Cik Po Kandang
ini, bila kita lihat pada peninggalan sejarah, misal pada batu Nisannya bertuliskan
nama sebagai SULTHAN SALATHIN ‘ALAIDDIN RIA’YATSYAH. Nama ini merupakan sebuah nama
yang diberi sebagai pemangku Kerajaan di daerah tersebut.
Sebagai bukti sejarah
setelah Kerajaan ini berakhir didaerah tersebut dan sekitarnya masih ada
peninggalan Kerajaan berupa adat atau kebiasaan yang turun temurun dari
kerajaan ini seperti ”Upacara Seumuleueng dan Seumeunab”.
Upacara
Seumuleueng dan Seumeunab ini pertama ada pada masa kerajaan Sulthan Jamalul
Alam Badrul Munir memerintah di kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1711- 1735
Masehi. Dalam hal menjalankan roda pemerintahan, Beliau kurang di sukai oleh pembesar -pembesar
kerajaan yang berpengaruh di Aceh. Sehingga Beliau tidak mendapat dukungan kuat
di pusat.
Oleh Karena itu
Sulthan sering melakukan lawatan - lawatan ke daerah untuk mendapatkan simpati
dari Raja - Raja kecil yang merupakan kesatuan - kesatuan kecil dalam Kerajaan
Aceh Darussalam.
Po Teu Jamaloi (Panggilan
untuk Sulthan Jamalul Alam Badrul Munir), memerlukan pawatan khusus ke
negeri daya untuk menertibkan keadaan
yang semraut di sana. Dalam Lawatannya itu Po Teu Jamaloi telah menggali
kembali keadaan sejarah negeri daya dengan tradisi - tradisi yang berlaku sejak lama. Oleh karena itu
Sulthan menegaskan beberapa ketentuan yang se irama dengan ketentuan yang
berlaku masa Sulthan Alaidin Ri’ayat Syah.
Raja Meuherom Daya, Aceh Jaya |
Setelah menetapkan waktu
yang baik (Uroe Get), Po Teujamaloi lalu menghimpun semua raja - raja, kepala -
kepala adat dan unsur - unsur yang ada hubungannya dengan lembaga pemerintahan
di Negeri Daya. Pada kesempatan itu Sulthan telah menentukan beberapa ketetapan
yang tidak boleh dilanggar oleh raja - raja, pemuka - pemuka masyarakat dalam
Negeri Daya. Ketetapan itu adalah :
a.
Kedaulatan
raja - raja tetap seperti biasanya, hanya saja pajak usaha yang tetap di setor
ke Banda Aceh.
b.
Hakim
Tinggi Setialila di tunjuk sebagai Koordinator pemerintahan di Nanggroe Daya
sekalian untuk mendamaikan persengketaan diantara raja - raja pet sago Daya.
c.
Untuk
mengenang jasa - jasa Po Teumeuruhom, Po Teu Jamaloi menetapkan untuk membuat Upacara
agung pada 10 Dzulhijjah (Hari Idul Adha) sesuai dengan apa yang selalu di buat
oleh Sulthan Salathin ‘Alaiddin Ria’yatsyah yaitu upacara kenegaraan setiap
tahun.
Pelaksanaan upacara tersebut di tentukan pula tata cara pelaksanaan
dan badan - badan pelaksanaan yang di jabat turun temurun. Nantinya acara ini
lah yang di sebut dengan Seumuleung dan Seumeunab. Acara Seumuleung dan
Seumeunab ini membutuh perlengkapan seperti :
1.
Sebidang
alun - alun, terdiri dari sebuah lapangan terbuka untuk para pengujung yang di
lengkapi dengan sebuah pentas diraja ( Balai Irung ).
2.
Sebuah
badan pelaksana dengan seksi - seksinya yang
berlaku turun temurun.
3.
Para
pelaku upacara yang memerankan raja, Wazirkatib dan para pembantunya. Posisi
ini di jabat turun - temurun.
4.
Pelaksana
Qurban.
Nah setelah perlengkapannya itu terpenuhi lantas bagaimana
selanjutnya untuk tatacara pelaksanaannya ?
1.
Raja
memasuki Balai irung sari, di Iringi oleh wazir dan pembantu - pembantu nya,
Para Hadirin menyambut dengan suara yang Khitmat “Daulat Tuanku”.
2.
Raja
mengambil tempat duduk di singgasana diikuti oleh wazir dan para pembantunya.
3.
Dua
orang Khadam segera duduk bersimpuh masing - masing dihadapan raja dan wazir.
4.
Kata
Pembukaan oleh Wazir yang mempersilahkan raja untuk memberi amanah.
5.
Kata
- kata Amanat oleh Raja
6.
Doa Oleh
Mufti besar Kerajaan
7.
Acara
santapan, terdiri dari nasi, ketan, serbat, Bu Takeh, Dimana Raja disuapin oleh
Khadamnya.
8.
Upacara
makan bersama.
9.
Upacara
Qurban bila ada.
10.
Raja
dan stafnya meninggalkan balai irung sari di ikuti oleh Wazir, katib serta para
pengujung dipersilahkan untuk menziarahi kubur Po Teu meureuhom.